TRIBUNNEWS.COM - Penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 buatan perusahaan Rusia masih belum jelas.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), lembaga berwenang yang melakukan penyelidikan, tentu membutuhkan waktu untuk mengungkapkan apa penyebab kecelakaan tersebut.
Sukhoi Superjet 100 melakukan joy flight, Rabu (9/5/2012), dari Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
Pesawat itu tiba-tiba hilang kontak pada ketinggian 10 ribu kaki, lalu ditemukan jatuh di lereng Gunung Salak, Jawa Barat, Kamis (10/5/2012). Pesawat itu mengangkut 42 penumpang (antara lain jurnalis, pengusaha, pramugari, dan pilot Sky Aviation), serta delapan kru.
Berbagai pertanyaan dan dugaan muncul di publik, yang kira-kira terkait dengan pertanyaan mengapa kecelakaan tragis itu bisa terjadi.
Seorang pilot demo terbaik, Mogomed Tolboev, mengatakan kepada media Rusia bahwa kecelakaan Sukhoi Superjet 100 kemungkinan terkait dengan masalah persiapan penerbangan.
"Kemampuan para awak Sukhoi selalu diandalkan dan hanya sedikit yang meragukan. Tur promosi Superjet ini adalah yang pertama dengan pilot profesional dan berpengalaman," tulis BBC yang menggambarkan faktor kemampuan awak dan pilot bisa diandalkan.
Dilansir TRIBUNnews.com, Pemimpin Redaksi Angkasa Adrianus Dharmawan menilai, pesawat Sukhoi SSJ 100 itu melakukan penerbangan yang tidak lazim.
Hal itu disebabkan adanya penurunan ketinggian pesawat dari 10 ribu kaki ke 6.000 kaki.
"Prosedur penerbangan secara umum, bila di daerah pegunungan ada cuaca buruk, minimal harus terbang beberapa ratus kaki di atas ketinggian maksimal gunung di situ," kata Dharmawan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (10/5/2012).
Dharmawan mengatakan, di lokasi tersebut terdapat tiga gunung, yakni Halimun, Pangrango, dan Salak. Gunung tertinggi adalah Halimun, yakni 8.000 kaki.
Anggota DPR RI Teguh Juwarno menyoroti alat Emergency Located Transmitter (ELT) yang terdapat pada pesawat Sukhoi Superjet 100. Alat ini ternyata tidak menyala saat pesawat itu menabrak tebing.
Chappy Hakim, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara mempertanyakan keputusan petugas Air Traffic Controller (ATC) Bandara Soekarno Hatta Cengkareng yang mengizinkan Sukhoi terbang rendah hingga 6.000 kaki dari sebelumnya 10.000 kaki.
Nahas, pesawat tersebut menabrak Gunung Salak dan ditemukan jatuh di puncak Gunung Salak II yang memiliki ketinggian 7.152 kaki.
Muncul pula pertanyaan lain. Benarkah faktor penyebab kecelakaan adalah penggunaan handphone pada saat pesawat Sukhoi itu sedang terbang?
Berbagai pesan berantai mengenai masalah ini muncul sejak Kamis (10/5/2012) malam. Ada yang menyertakan link (tautan) berita yang terkait dengan dugaan tersebut.
Pagi ini muncul lagi. Salah satunya dari Kompasiana, blog yang dioperasikan KOMPAS.com. Tulisan dari blogger dengan nama Seand Munir ini berjudul "Ternyata Para Penumpang Sukhoi Itu Mengaktifkan HPnya di Pesawat".
Tulisan tersebut, Jumat (11/5/2012) pagi ini, sudah dibaca 135.980 kali, termasuk yang paling banyak dibaca.
Artikel itu cukup panjang, terutama mengulas bagaimana bahaya sinyal telepon selular dalam penerbangan, tapi bagian yang mengulas mengenai penumpang yang menggunakan HP hanya ini:
"Sejumlah penumpang pesawat naas Sukhoi itu ternyata mengaktifkan HPnya tepat di saat pesawat sedang terbang. Terbukti sejumlah panggilan ke HP mereka nyambung. Padahal ini sangat tak diperbolehkan dan bisa membahayakan penerbangan.
Misalnya telepon seluler alias HP dua wartawan majalah Angkasa, masih aktif saat dihubungi pukul 17.00 WIB. Tapi keduanya tidak mengangkat telepon. Demikian juga seorang istri yang mengontak suaminya di Sukhoi itu juga aktif HPnya.
Apakah karena para penumpang itu menganggap Sukhoi kali ini adalah dalam penerbangan Joy flight? di luar jalur penerbangan komersial biasa?"
Tentu KNKT-lah yang perlu menyelidiki kemungkinan ini. Bagaimanapun, kecelakaan besar itu, yang merenggut begitu banyak nyawa, harus diteliti dan hasilnya dilaporkan ke publik.
Akbar Faisal, anggota DPR RI dari Partai Hanura, mengirim komentar kepada TRIBUNnews.com.
"Peraturan tentang keselamatan penerbangan itu sangat baku tapi seringkali penumpang masa bodoh dan baru sadar ketika kecelakaan sudah terjadi," katanya.
Seperti banyak pihak, Akbar berharap KNKT mampu menjawab mengapa Sukhoi naas itu bisa jatuh.
"Kinerja KNKT sejauh ini masih sangat bagus. Kita tunggu hasil investigasi mereka," ujar Akbar.
Ya, kita tunggu KNKT sembari mengirimkan doa kepada para korban. Juga doa untuk keluarga korban yang menanti dengan cemas.(*)
0 komentar:
Posting Komentar